PENGERTIAN TRANSDUSER
A. Pengertian Tranduser
Transduser berasal dari kata
“traducere” dalam bahasa Latin yang berarti mengubah. Sehingga transduser dapat
didefinisikan sebagai suatu peranti yang dapat mengubah suatu energi ke bentuk
energi yang lain dengan adanya perubahan listrik. Bagian masukan dari
transduser disebut sensor, karena bagian ini dapat mengindera suatu kuantitas
fisik tertentu dan mengubahnya menjadi bentuk energi yang lain. Kita mengenal
ada enam macam energi, yaitu : radiasi, mekanik, panas, listrik, dan kimia
serta magnetik.
Gambar 1. Perumpamaan transduser pada tubuh
Alasan mengapa
energi listrik yang
berupa arus atau tegangan listrik merupakan pilihan yang
paling banyak digunakan antara lain :
1.
Energi
listrik paling mudah untuk
di-manipulasi, artinya mudah diatur dan dirubah baik dari segi bentuknya, frekuensinya, maupun
kegunaannya.
2.
Energi
listrik mudah untuk disimpan atau jika dalam bentuk analog akan di simpan dalam
baterai dan jika bentuknya adalah digital akan disimpan dalam memori.
Perbedaan antara sensor dan
transduser adalah sensor masih membutuhkan komponene lain untuk menghasilkan
sinyal tegangan keluaran, sedangakan transduser tidak memerlukan komponen lain
untuk mengeluarakan sinyal tegangan. Contoh transduser yang banyak kita jumpai
adalah speaker, microphone.
Gambar 2. Gambaran umum masukan–keluaran transduser
B. Klasifikasi
Tranduser
Transducer
dapat diklasifikasikan berdasarkan
cara pengubahan energy sinyal keluaran atau berdasarkan
bidang pemakaian, dan dibagi menjadi:
- Transduser Aktif (Active Transducer) adalah jenis transducer yang mampu menghasilkan energy listrik sendiri, contohnya : foto sel, termokopel dan lain-lain. Contohnya : Termokopel : Ketika menerima panas, termokopel langsung menghasilkan tegangan listrik tanpa membutuhkan energi dari luar.
- Transduser Pasiif ( Passive Transducer ) adalah jenis transducer yang memerlukan catu daya (power supply) eksternal untuk dapat bekerja, contohnya : Thermistor, Fototransistor dan lain-lain. Contohnya : Thermistor : Untuk mengubah energi panas menjadi energi listrik yaitu tegangan listrik, maka thermistor harus dialiri arus listrik. Ketika hambatan thermistor berubah karena pengaruh panas, maka tegangan listrik dari thermistor juga berubah
C. Pemilihan
Tranduser
Pemilihan suatu transduser sangat tergantung kepada
kebutuhan pemakai dan lingkungan di sekitar pemakaian. Untuk itu dalam memilih
transduser perlu diperhatikan beberapa hal di bawah ini:
- Kekuatan, maksudnya ketahanan atau proteksi pada beban lebih.
- Linieritas, yaitu kemampuan untuk menghasilkan karakteristik masukan- keluaran yang linier.
- Stabilitas tinggi, yaitu kesalahan pengukuran yang kecil dan tidak begitu banyak terpengaruh oleh factor-factor lingkungan.
- Tanggapan dinamik yang baik, yaitu keluaran segera mengikuti masukan dengan bentuk dan besar yang sama.
- Repeatability : yaitu kemampuan untuk menghasilkan kembali keluaran yang sama ketika digunakan untuk mengukur besaran yang sama, dalam kondisi lingkungan yang sama.
- Harga : Meskipun faktor ini tidak terkait dengan karakteristik transduser sebelumnya, tetapi dalam penerapan secara nyata seringkali menjadi kendala serius, sehingga perlu juga dipertimbangkan.
D. Linieritas
Transduser
Linieritas adalah kemampuan untuk
menghasilkan karakteristik masukan- keluaran yang linier. Linieritas merupakan suatu
sifat yang penting dalam suatu transduser. Bila suatu transduser adalah linier,
maka bila masukan menjadi dua kali lipat, maka keluaran menjadi dua kali lipat
juga. Hal ini tentu akan mempermudah dalam memahami dan memanfaatkan transduser
tersebut. Selain memiliki sifat linier, transduser juga mempunyai sifat
ketidaklinieran.
Ketidaklinieran setidaknya
dapat dibagi menjadi
dua, yaitu ketidak-linieran yang
diketahui dan yang tidak diketahui. Ketidaklinieran yang tidak diketahui tentu
sangat menyulitkan, karena
hubungan masukan–keluaran tidak
diketahui. Seandainya transduser semacam ini dipakai sebagai alat ukur,
ketika masukan menjadi dua kali lipat, maka keluarannya menjadi dua kali lipat
atau tiga kali lipat, atau yang lain, tidak diketahui. Sehingga untuk
transduser semacam ini,
perlu dilakukan penelitian
tersendiri untuk mendapatkan hubungan masukan–keluaran, sebelum
memanfaatkannya.
Adapun untuk ketidaklinieran yang
diketahui, maka transduser yang memiliki watak semacam ini masih dapat
dimanfaatkan dengan menghindari ketidaklinierannya atau dengan melakukan
beberapa transformasi pada rumus-rumus yang menghubungkan masukan dengan
keluaran. Contoh ketidaklinieran yang diketahui misalnya: daerah mati (dead
zone), saturasi (saturation), logaritmis, kuadratis dan sebagainya.
Perinciannya adalah sebagai berikut :
1. Daerah
mati (dead zone) artinya adalah
ketika telah diberikan masukan, keluaran
belum ada. Baru setelah melewati nilai ambang tertentu,
ada keluaran yang proporsional
terhadap masukan.
Gambar
3. Daerah mati (dead zone)
2. Saturasi maksudnya
adalah, ketika
masukan dibesarkan sampai nilai
tertentu, keluaran tidak bertambah besar, tetapi hanya menunjukkan nilai yang
tetap.
Gamba 4. Saturasi (saturation)
3. Logaritmis,
maksudnya adalah – sesuai dengan namanya – bila masukan bertambah besar secara
linier, keluarannya bertambah besar secara logaritmis.
Masukan
|
keluaran
|
10
|
1
|
100
|
2
|
1000
|
3
|
4. Kudratis,
maksudnya adalah sesuai dengan namanya bila masukan bertambah besar
secara linier, keluarannya bertambah besar secara kuadratis
Masukan
|
keluaran
|
1
|
1
|
2
|
4
|
3
|
9
|
Komentar
Posting Komentar